Regulasi dan Pengawasan Produk Susu





Menyambut Hari Susu Nusantara, FOODREVIEW INDONESIA bekerja sama dengan SEAFAST Center IPB kembali menyelenggarakan Seminar bertajuk "Problem Solving in Dairy Industry", pada 5 Juni lalu di IPB International Convention Center Bogor.  Dalam kesempatan tersebut, Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan POM RI -Ir. Tetty H. Sihombing, MP., menyebutkan bahwa susu merupakan produk yang dianggap istimewa.  Salah satunya terbukti  dengan masukya susu dalam konsep 4 sehat 5 sempurna.  "Berdasarkan definisinya, susu diartikan sebagai produk yang diperoleh dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan hewan ternak lainnya," kata Tetty.  Menurutnya, beberapa parameter karakteristik dasar terkait susu yang diatur dalam buku Kategori Pangan adalah kadar lemak susu, total padatan bukan lemak, bebas kolustrum (susu segar), dan uji reduktase (untuk susu pasteurisasi, UHT, dan steril).

 


Mengingat susu merupakan produk yang mudah rusak dan berisiko tinggi, produk susu yang peruntukannya khusus, seperti untuk bayi dan anak, harus diproduksi pada fasilitas yang menerapkan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points).  "Selain itu, permohonan sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga juga tidak dapat dipenuhi untuk produk susu," ungkap Tetty.  Namun masih memungkinkan untuk produk pangan yang hanya menggunakan perisa susu.

 


Saat ini, susu di Indonesia diolah menjadi berbagai macam produk.  Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.23.3644 tentang Kategori Pangan, susu bisa berada dalam Kategori Pangan 01.0 atau di 13.0.  Produk yang tergolong dalam Kategori 01.0 adalah produk-produk susu dan analognya. Contohnya adalah susu UHT (Ultra High Temperature) yang didefinisikan sebagai  produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135°C selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril secara aseptis.  Susu UHT tersebut memiliki karakteristik dasar kadar lemak susu tidak kurang dari 3%; total padatan bukan-lemak tidak kurang dari 8%, dan uji reduktase dimana warna biru metilen tidak hilang dalam waktu kurang dari 5 jam.

 


Sebagaimana produk pangan lainnya, Badan POM RI juga melakukan pre market evaluation dan post market control untuk produk susu.  Menurut Tetty, temuan yang sering didapatkan antara lain adalah Tidak memelihara penerapan CPPOB (GMP), buruknya penanganan selama penyimpanan dan ritel , klaim kesehatan yang berlebihan (tidak sesuai regulasi), label yang berbeda dengan rancangan label yang disetujui pada saat pendaftaran, iklan yang tidak sesuai, produk kedaluwarsa , dan produk rusak/busuk.

 


Seminar FOODREVIEW INDONESIA tersebut juga menghadirkan beberapa Pembicara, diantaranya adalah Prof. Dr. Nuri Andarwulan (SEAFAST Center IPB), Prof. Dedi Fardiaz (SEAFAST Center IPB), Prof. Ratih Dewanti Hariyadi (SEAFAST Center IPB), Daniel Arif Budiman, MSc. (PT Kevin Chemindo Anugerah), Rismalia, M.Biomed. (PT 3M Indonesia), dan Steven Chandra (LEAP Machinery).  Materi Seminar dapat diunduh di sini.

Artikel Lainnya