Oleh Nurhayati Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknlogi Pertanian, Universitas Jember; Pengurus PATPI Pusat & Anggota PATPI Cabang Jember Koordinator KeRis Dimas Pangan ASUH;
Peningkatan populasi global yang pesat, ditambah dengan dampak perubahan iklim seperti gagal panen dan penurunan produktivitas pertanian, telah memicu krisis pangan global yang semakin mendesak.
Sebagai respons terhadap krisis pangan global, inovasi dalam industri pangan semakin digalakkan. Inovasi itu antara lain terjadi pada teknologi pangan berbasis sel dan pangan fungsional muncul sebagai solusi yang menjanjikan. Pangan berbasis sel, yang diproduksi dengan mengkultur sel hewan atau tumbuhan di laboratorium, menawarkan produksi yang lebih efisien dan berkelanjutan, serta mengurangi tekanan pada sumber daya alam. Sementara itu, pangan fungsional, seperti produk yang diperkaya dengan nutrisi dari alga, yogurt probiotik, dan omega-3, memberikan manfaat kesehatan yang beragam dan mendukung kualitas hidup masyarakat. Kedua pendekatan ini memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan dan mengatasi tantangan global seperti kelangkaan pangan dan perubahan iklim.
Tren ingridien pangan era 2010-an
Dekade 2010-an menandai pergeseran paradigma dalam dunia pangan. Didorong oleh kesadaran akan kesehatan dan lingkungan, konsumen semakin memilih pangan yang tidak hanya lezat, tetapi juga bergizi dan berkelanjutan. Tren ini melahirkan berbagai inovasi seperti:
- Pangan nabati, pangan berbasis nabati menjadi solusi untuk kesehatan non lemak dan dampak kerusakan lingkungan akibat peternakan hewan. Contohnya adalah daging tiruan, susu alternatif, dan yogurt nabati menjadi pilihan populer bagi vegetarian dan mereka yang peduli lingkungan.
- Pangan bebas gluten: Memenuhi kebutuhan khusus penderita celiac dan alergi gluten.
- Pangan fermentasi: Dikenal akan manfaatnya bagi kesehatan pencernaan, seperti kombucha dan kimchi.
- Pangan lokal dan organik: Mendukung pertanian berkelanjutan dan mengurangi jejak karbon. Diperuntukkan bagi konsumen yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas rantai pasokan pangan.
- Pangan bebas gula: Menjawab kebutuhan konsumen yang ingin mengurangi konsumsi gula.
- Pangan siap saji yang menyehatkan: Praktis dan bergizi untuk gaya hidup modern.
- Pangan fungsional: Dirancang untuk mendukung kesehatan tertentu, seperti kesehatan jantung, pencernaan, dan imunitas. Sebagai contohnya yakni air kelapa untuk hidrasi, minuman kolagen untuk kesehatan kulit, dan snack dengan tambahan protein atau serat.
- Makanan cetak 3D: Menawarkan pengalaman kuliner yang unik dan inovatif
Tren ingridien pangan era 2020-an (masa & pasca Covid-19) Dekade 202
Dekade 2020-an menyaksikan transformasi besar dalam dunia pangan. Pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya imunitas, mendorong minat pada pangan kaya zat gizi seperti buah-buahan, sayuran, dan protein alternatif. Seiring dengan itu, perubahan iklim dan isu keberlanjutan semakin menjadi perhatian, sehingga konsumen mencari produk dengan kemasan ramah lingkungan dan berasal dari pertanian berkelanjutan. Perkembangan teknologi juga memungkinkan personalisasi gizi menggunakan data biometrik dan AI serta kemunculan produk pangan inovatif berorientasi tertentu seperti pangan ramah lingkungan untuk produk dengan kemasan biodegradabel, pangan dari pertanian regeneratif, dan produk pangan dengan jejak karbon rendah, serta pangan dengan konsep nirlimbah (zero waste).
Ragam pangan baru
Transformasi dalam sistem produksi pangan memungkinkan terjadinya konvergensi kemajuan teknologi berbasis genom dan fermentasi tradisional. Ilmu pengetahuan yang merupakan titik temu antara biologi sintetik, fermentasi, pengolahan hilir untuk pemulihan produk, dan ilmu pangan diperlukan untuk mendukung pengembangan teknologi produksi bahan pangan turunan fermentasi. Bisnis dan pasar bahan turunan fermentasi, termasuk kebijakan dan peraturan serta adanya lanskap paten fermentasi untuk produksi protein alternatif, lipid dan karbohidrat. Produksi bahan-bahan turunan fermentasi yang diproduksi secara berkelanjutan dan pengenalannya ke pasar harus disertai dengan pendekatan transdisipliner dengan keterlibatan multipihak. Inovasi yang berhasil dalam penyediaan bahan-bahan pangan artifisial dari proses fermentasi akan berkonstribusi dalam penyediaan pangan dunia yang berkelanjutan. Hal demikian yang dikenal sebagai emerging food ingredients. Beberapa contoh emerging food ingredients yang sedang tren meliputi:
- 1. Protein nabati alternatif, menjadi sumber protein vegan untuk pengganti daging. Contohnya adalah kacang polong (pea protein), serta alga dan ganggang yang mengandung nutrisi penting seperti omega-3. Kedelai sudah umum digunakan menjadi salah satu sumber protein dengan produk olahannya seperti tempe, sari (susu) kedelai. Juga kedelai varietas edamame baik yang dikonsumsi olahan rebus blansing (mukimame) atau seperti produk inovasinya menjadi selai edamame alami tanpa pengawet (Nurhayati et al., 2018).
- Serangga, menjadi salah satu alternatif sumber protein hewani seperti belalang (walang dalam Bahasa Jawa), jangkrik, laron, dan sebagainya. Serangga-serangga tersebut dianggap sebagai sumber protein yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
- Fermentasi mikroba, sebagai alternatif pangan berbasis sel seperti quorn yaitu tiruan daging yang terbuat dari jamur yang difermentasi.
- Bahan pangan fungsional, seperti adaptogen, dan probiotik-prebiotik generasi baru. Bahan pangan nabati maupun hewani (Purwandari et al, 2024) berpotensi sebagai sumber adaptogen yang mampu menyebabkan perbaikan resistensi untuk memberikan efek baik bagi konsumennya untuk lebih beradaptasi terhadap stres fisik, kimia dan biologi tanpa menyebabkan keracunan akibat mengkonsumsinya. Contoh adaptogen yaitu beberapa pangan alami baik nabati maupun hewani untuk anti depresan (Tabel 1). Konsumsi probiotik dan prebiotik varian baru bisa mendukung kesehatan usus, sebagai contoh kandungan serat dan pati resisten tipe 2 pada pisang atau bawang merah, dan lain sebagainya.
- Pemanis alami alternatif dari bagian tanaman seperti Stevia tanpa kalori yang berasal dari tanaman stevia. Contoh lainnya adalah monk fruit dari buan monk yang memiliki cita rasa lebih manis dari gula dan rendah kalori.
- Serat baru dan fungsional, yakni ingridien yang tidak bisa dicerna tubuh. Keberadaan serat maupun nondigestable lainnya dalam komoditas pangan di antaranya serat dari tanaman chicory, dahlia, bawang merah, dan pisang yang mengandung inulin.
- Minyak dan lemak baru, yang memiliki kandungan gizi tinggi atau sifat fungsional kesehatan. Sebagai contoh yaitu minyak kelapa sawit merah mengandung antioksidan tinggi dari senyawa beta karoten dan vitamin E; minyak kelapa VCO (virgin coconut oil) yang mengandung asam lemak rantai sedang MCFA (medium chain fatty acid) untuk mudah dimetabolisme melalui jalur keton sebagai sumber energi non gula (Nurhayati, 2019); minyak biji chia (flaxseed) yang banyak mengandung omega-3 untuk produk kesehatan dan sebagainya.
- Bahan berbasis tanaman yang baru dikembangkan untuk produk-produk artifisial/turunan. Sebagai contoh: bunga jantung pisang atau nangka muda untuk pengganti daging pada abon sebagai pangan vegan, dan sebagainya.
- Sumber pangan dari laut yang bersifat berkelanjutan seperti rumput laut dikembangkan untuk bahan penggurih (seasoning) sekaligus sumber mineral
Tantangan novel foods
Meningkatnya permintaan terhadap pangan serta perkembangan teknologi, dan pertumbuhan pasar khususnya pangan vegan telah menyebabkan peningkatan ingridien pangan baru (novel foods), sehingga perlu adanya
penilaian keamanan terhadap bahanbahan atau produk tersebut. Sistem penilaian keamanan yang dianggap representatif adalah penetapan/ pengakuan sebagai aman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan FDA (Food and Drug Administration) di AS atau dikenal GRAS (generally recognized as safe). Bahan kimia atau zat yang ditambahkan ke pangan dianggap aman oleh para ahli, dan bahan tambahan pangan lainnya yang dapat ditoleransi. GRAS adalah sistem notifikasi informasi bahan pangan, bahan tambahan pangan, dan pangan fungsional yang berada di bawah tanggung jawab pemohon, sedangkan sistem pangan baru menilai keamanan bahan pangan yang tidak termasuk bahan tambahan pangan (BTP). Di Korea, sistem evaluasi keamanan dibuat untuk bahan pangan sementara, yang mencakup bahan pangan tanpa riwayat konsumsi dalam negeri. Namun, perlu ditingkatkan pula sistem penilaian keamanan pangan baru serta bahan pangan yang dihasilkan melalui penerapan teknologi baru termasuk produk rekayasa genetika (PRG).
Aspek regulatory science menuntut BPOM untuk berkolaborasi dalam benchmarking dengan berbagai pemangku kepentingan yang relevan. Dengan mengadopsi regulasi yang tepat sasaran dan komunikasi risiko yang optimal akan mendorong iklim inovasi pangan olahan berkelanjutan di Indonesia serta tindakan mitigasi lebih awal akan potensi risiko terjadinya pelanggaran hukum pangan baru.
Selain itu, stunting juga masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Hal tersebut mengingat angka stunting di Indonesia yang masih jauh dari target penurunan 14% untuk tahun 2024. Stunting tidak hanya berhubungan dengan kondisi fisik kerdil pada anak, namun dapat mengganggu perkembangan otak untuk perkembangan kognitif dan kinerja jangka panjang. Kasus stunting hubungannya dengan kecukupan gizi akan berdampak pada permintaan konsumen terhadap pangan kaya protein. Hal tersebut mendorong eksplorasi produk-produk baru yang berasal dari alam seperti protein dari alga. Namun aplikasi penggabungan biomassa alga pada produk bakeri dan susu menyebabkan timbulnya warna hijau dan rasa/bau amis alga sehingga kurang disukai aromanya (Bhatnagar et al, 2024). Hal tersebut menjadi tantangan bagi peneliti maupun industri untuk menciptakan teknologi handal. Ketahanan pangan global menuntut inovasi dalam teknologi pangan. Sayangnya, inovasi ini seringkali dihadapkan pada tantangan penerimaan konsumen. Faktor-faktor seperti ketakutan akan hal baru, nilai-nilai budaya, dan kekhawatiran terhadap keamanan pangan menjadi penghalang utama. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang psikologi konsumen dan pengembangan strategi komunikasi yang efektif.
Referensi
Bhatnagar, P., Gururani, P., Parveen, A., Gautam, P., Joshi, N. C., Tomar, M. S., ... & Kumar, V. (2024). Algae: A promising and sustainable protein-rich food ingredient for bakery and dairy products. Food Chemistry, 138322.
LaChance, L. R., & Ramsey, D. (2018). Antidepressant foods: An evidence-based nutrient profiling system for depression. World journal of psychiatry, 8(3), 97.
Nurhayati, N., & Alfian, A. R. (2017). Quality characteristics of natural edamame jam without preservative ingredient as supplementary of emergency food. Advanced Science Letters, 23(12), 11793-11796.
Nurhayati, N. (2019). Kajian hilirisasi kelapa dan sawit Indonesia berdasarkan produktivitas dan sifat fungsional. UNEJ e-Proceeding.
Purwandari, U., Pujimulyani. D., Nurhayati, N. (2024). Potensi pangan indigenous terfermentasi dan herbal sebagai anti-depresan alami melalui modulasi jalur kynurenin. KATALIS 2024. https://bima.kemdikbud. go.id/penelitian/minat-katalis/form/b985660a
Yuniarto, T. (2024). Hari populasi sedunia: ledakan penduduk dan upaya menyelamatkan bumi. [Diakses 10 Juli 2024] https://kompaspedia.kompas.id/ baca/paparan-topik/hari-populasi-sedunia-ledakanpenduduk-dan-daya-dukung-bumi