Tren Pendaftaran Pangan Fungsional di Indonesia Menurun, Mengapa?
Semakin sadarnya konsumen terhadap peranan pangan dalam menjaga kesehatan telah mendorong berkembangnya produk pangan fungsional, termasuk di Indonesia. Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, Pangan fungsional didefinisikan sebagai Pangan Olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.
Kepala Badan POM RI, Dr. Roy Sparringa, mengungkapkan bahwa istilah pangan fungsional yang dikenal di berbagai negara cukup bervariasi. "Korea Selatan dan Filipina menggunakan istilah functional food, Jepang mempopulerkan definisi FOSHU atau food for special health uses, sedangkan Cina dan Taiwan menggunakan istilah health food," tutur Roy. Hal tersebut diungkapkannya dalam Seminar FOODREVIEW INDONESIA yang bertajuk Outlook for Functional Food Ingredients, 6 Februari lalu di IPB International Convention Center Bogor. Seminar tersebut terselenggara berkat kerja sama majalah FOODREVIEW INDONESIA dengan SEAFAST Center IPB.
Peningkatan perhatian terhadap pangan fungsional secara global terlihat dari nilai perdagangan yang semakin meningkat. Di Eropa, pangan fungsional didominasi oleh produk pro- dan prebiotik. Total pasarnyanya mencapai US$ 31,6 milyar. Sedangkan di Jepang, terdapat sekitar 1400 pangan fungsional yang berada di pasaran sejak 1988.
Di Indonesia, pendaftaran pangan fungsional menunjukkan tren yang meningkat sejak 2009 hingga 2011. "Namun pada 2012 dan 2013, pendaftaran pangan fungsional di Indonesia menurun," kata Roy.
Apa penyebabnya?
Ternyata penurunan jumlah pendaftaran ini terkait dengan adanya regulasi baru. "Berdasarkan peraturan yang baru, pangan dengan klaim tertentu harus menyertakan bukti ilmiahnya," tambah Roy. Hal ini tidak terlepas dari upaya Badan POM RI untuk melindungi konsumen Indonesia dari iklan yang menyesatkan atau menimbulkan kesalahan persepsi.
Namun Roy mengharapkan agar peraturan tersebut tidak mengambat perkembangan industri pangan fungsional di Indonesia. "Silakan industri pangan terus berinovasi dan mengembangkan produk pangan fungsional. Berilah klaim dengan melengkapi bukti ilmiah yang valid." @hendryfri